Minggu, 26 September 2010

THE LITLE THING Part-6 THE REAL BRAVE CIVILIZATION


Apa yang ada dibenak masyarakat kita ketika seorang kerabatnya ditahan – akibat tawuran antar kampung, gara gara dangdutan, atau gara gara kalah pertandingan sepak bola, dengan beraninya mereka bersama sekelompok ibu-ibu, seorang propokator dan segelintir bapak-bapak tua renta menyerang kantor kapolsek-bahkan asrama Kodim.

Sebuah keberanian gaya baru akibat ketidak percayaan terhadap proses hukum, ketidak percayaan terhadap aparat dan segudang ketidak percayaan - ketidak percayaan lain yang sudah mengurat mengakar terhadap pejabat publik, pengelola Republik tercinta ini. Sudah tidak ada lagi salah dan benar, yang benar bisa jadi salah dan sebaliknya.

Ada banyak kasus besar yang menjadi sorotan publik terkait masalah hukum dan penyalahgunaan wewenang, departemen terkait, partai terkait, atasan pelaku, ketua partai, kolega tersangka sudah dapat dipastikan dimedia masa akan menjejali rakyat dengan kalimat memuakan seperti BIARKAN DITINDAK LANJUTI SESUAI PROSES HUKUM – BIARKAN PENGADILAN YANG MEMUTUSKAN – MARI SAMA SAMA KITA HORMATI AZAS PRADUGA TAK BERSALAH – YANG DILAKUKAN KAN SUDAH SESUAI PROSEDUR, KITA LIHAT NANTI DIPENGADILAN dan bahasa bahasa normativ semu – sehingga pada akhirnya kita dibuat lupa oleh berita baru, kasus baru yang lebih heboh dan lebih menyita perhatian.

Akumulasi menjengkelkan ini, terus berulang sampai semua lupa mana yang bersalah dan dalam kasus apa sipulan melakukan apa. Terus rakyat dibuat bingung dengan debat berkepanjanan di media cetak maupun elektronik, saling membela dan saling membenarkan pihak pihak yang terkait, atau lebih tepatnya “terlibat”.

Coba sesekali Komisi Pemberantasan Mafia Hukum mengutus timnya untuk menjadi pesakitan, menyamar menjadi penjahat kecil kecilan – dibuat seperti sungguhan , misalkan mengutil di Mini Market sampai tertangkap, Terus pantau perjalanan dari proses hukumnya, mulai dari Polsek setempat, kutipan dan aneka tawaran meringankan hukuman, pilih ruang penjara, tawar menawar jam besuk, kutipan kunjungan, selanjutnya masuk rutan – masuk ruang penampungan yang menjijikan – tidur diatas kotoran dan kencing manusia yang luber karena mampet, jika ingin cepat pindah dari penampungan - ada dana untuk turun kamar (Sel) dan seterusnya. Gurita mafia hukum sesungguhnya ada pada kasus kasus kecil – dari sinilah sebenarnya kita memulai pemberantasan mafia hukum dan pengadilan.

Coba sesekali Komisi Pemberantasan Mafia Hukum mewawancarai 10 (sepuluh terpidana) dalam proses dan 10 terpidana yang sudah bebas , ambil sampling dari tiap kota secara acak di Polsek, Polres bahkan Rutan dan LP di Seluruh Indonesia, kami yakin mereka lebih tahu Daftar Pertanyaan dan apa yang menjadi tugas Komisi Pemberantasan Mafia Hukum – hasilnya umumkan kepada seluruh rakyat, sampaikan kepada Pemimpin tertinggi Negeri ini, apa yang didapat dari random sampling perlakuan hukum terhadap anak negeri yang karena kemiskinannya melakukan tindak kriminal, yang dikarenakan keterbatasan pendidikannya terjerumus melakukan pelanggaran hukum .

Coba juga KPK mengutus timnya untuk mengurus Pajak reklame, Perijinan Perusahaan, main ke Kantor Imigrasi , Kelurahan, please ! mulailah dari bawah

 
Apa yang didapat ? laporkan, buat solusinya – perbaiki sistemnya.

Selanjutnya, Hakul Yaqin kita semua bisa memahami The Civilization Brave yang terjadi belakangan ini.

Laten Orde Baru – Penyakit Mental Aparat Hukum dan pejabat Pelayanan publik yang menyebabkan terjadinya ini semua.

REACH FOR THE REAL GREAT INDONESIA
Merdeka

THE LITLE THING Part-5 PANCASILA ? sudah lupa tuh ..



(Surat Buat bang Daulay)
Kemarin ketika ke Sukabumi saya coba tes Ke Indonesiaan teman-teman / kebetulan Di Cicurug nan Indah Permai saya coba bergurau keteman teman dengan berkata :

kalo lu mau tau , inilah yang namanya INDONESIA nan INDAH PERMAI - air melimpah / sawah dan padinya yang menguning (sambil memandang hamparan sawah dan belum cerita tentang kesusahan petani dibalik itu).

Dari 3 Sarjana dalam rombongan satupun ngga ada yang bias explain apa itu PERMAI - Cuma mereka bilang iya ya – kita belajar bahasa sampe S1 arti permai aja ngga tau.


Ok-PR


Selanjutnya saya bilang – kalian sering denger kan ? pribahasa Pucuk dicita ulam pun tiba – tau ngga artinya ULAM


Masya Allah – ngga ada yang tau !


Ngaco – terus merembet kejengkelan saya :

Tau Ngga yang Gambar Pancasila siapa ?

ngga ada yang tau bang !

Boro boro Urutan Sila - tes deh apa itu sila ke 4 kalo ngga pada glagapan ! 

Mahasiswa lo Bang !


Lalu saya Nyeloteh Ngawur dalam rangka Menertawakan Desa Besar Indonesia ini :


Nih gua mau Bicara soal Simbol dari Garuda :


17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya melambangkan bulan Agustus, dan ke-45 helai bulu pada lehernya melambangkan tahun 1945 adalah tahun kemerdekaan Indonesia.

Amboi Gagahnya – keren kan ?

Coba kalo kita merdeka Tanggal 4 Januari 

Pasti Lambangnya Capung (Sayapnya 4 buntutnya 1)

Terus kalo kita Bicara Soal Lambang :


ketuhanan yang maha esa (bintang) masih Pas – terus kemanusiaan yg adil dan beradab (rantai) apa hubungannya Rantai sama keadilan ya bang – terus persatuan Indonesia (beringin) kayanya koq cocokan Rantai sebagai pengikat ketimbang pohon beringin ya – terus kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (banteng) yang ini benar benar lambang yang aneh ya - koq bisa bisanya banteng sebagai symbol HIKMAH – KEBIJAKSANAAN , terus keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (padi-kapas) yang ini masih Pas dan agak cocok lah


Kembali ke soal NASIONALISME bang :


Dipake symbol oleh perancang kenamaan kok geger – mereka bilang melecehkan Pancasila - kalo saya koq bangga / inggris sama amerika aja bebas koq mau dijadiin topi – kaos – baju - sepatu – sapu tangan – ciduk ember dst dst

Kita koq gembar gembor semu soal nasionalisme / padahal Amerika dan Negara Negara barat lain lebih Pancasilais dari kita – mereka toleran/tertib/menghormati hak orang lain/disiplin dst dst.


Ketika ada Wakil Indonesia untuk Miss World dan berbusana minim – geger/ngga membawa martabat ketimuran kita lah (lho orang kita sudah lebih barat dari orang barat koq) mau bicara ketimuran.


Iris kuping saya kalo Wakil Miss World dari Indonesia Menang / yang kemarin menghujat – pasti duduk dalam ba
Terbitkan Entri
risan depan ketika penyambutan.

THE LITLE THING Part-4 KOMISI UNTUK NEGERI

MEWARNAI REPUBLIK DENGAN PEWARNA MAKANAN BERBAHAYA
Sekali lagi penyakit laten orde baru
Bangsa ini selalu dihebohkan dengan aneka impor daging busuk – dipasar tradisional merebak daging oplosan, ayam suntik , gorengan bangkai ayam, kerang laut dengan pewarna pakaian, kakap merah dengan sepuhan kue, terasi sebagai makanan nasional juga tak luput dari bangkai udang busuk yang diwarnai juga dengan pewarna pakaian dari bahan zat kimia berbahaya. Masih hangat dalam ingatan kita – cerita tentang pengawet mayat, formalin dan sampai saat ini masih tetap beredar pada ikan asin – tahu – mie dan segala jenis makanan murah rakyat.

Akar masalahnya tetap sama dan sebangun – siapapun Pemimpin negeri ini, sebelum kemiskinan teratasi (meskipun sulit), kita  selalu berputar dari siapa menipu siapa – siapa membohongi siapa – siapa membodohi siapa. Dan ketika mulai memakan korban – geger sejenak – saling tuding -  debat televisi, dirjen – dirjen dan pejabat terkait saling tuding dan adu argumentasi, sebulan kemudian – bangsa ini sudah lupa dengan kasus kebodohan berbangsa dan bernegara yang lain, rakyat tertidur dan capek dengan urusan perut dan kemiskinannya sendiri.

Pejabat membohongi rakyatnya, pedagang menipu pembelinya.
Departemen kesehatan turne dan sidak kepasar – menyita makanan kadaluarsa, sesaat saja, besok lupa dan selanjutnya mereka sibuk sendiri dengan departemenya masing masing untuk  membodohi rakyat bangsa ini dengan kebohongan lain.

Begitu mudahnya menempelkan sertifikat halal (dengan huruf Arab gundul) pada kemasan, menulis Ijin Depkes Nomor Sekian pada label makanan,  diluar sana, yayasan lembaga konsumen tidak berdaya, entah sudah berapa tahun umur lembaga ini berdiri ?

Negeri ini –Desa Indonesia - penuh dengan KOMISI, Komisi Penyiaran, Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Hak Azasi Manusia, Komisi Anak, Kebanyakan Departemen, Dirjen, Irjen, Kanwil, Kantor Pelayanan Daerah dst dst, Birokrasi teramat panjang – satu tema ditangani banyak departemen, campur baur antara Departemen pendidikan dan kebudayaan – terus ganti parawisata dan kebudayaan, dulu SMA ganti SMU sebentar kemudian menjadi SMA dulu SMEA dan STM ganti menjadi SMK, negeri yang aneh dengan kebanyakan badan dan instasi, ganti pejabat ganti aturan, tetapi terus berlanjut dengan norak dan ketinggalan jaman.

Negeri dimana para kiai sibuk dengan teropong bambu mencari awal bulan, sementara satelit negara lain sudah mengangkasa dan dapat menghitung pergeseran planet dengan akurat, kita masih memulai puasa dan berhari raya dengan tanggal yang berbeda.

Dijalan Raya – supir angkot menghadapi Polantas di Kilometer sekian kemudian dihadang DLLAJR di Kilometer Sekian, sampai terminal diperas Temer (Timer ?) para pencatat rute dan trayek,  sudah  berapa rit masuk terminal atau mau lolos terminal tanpa ngetem, semua ada biayanya, mau pulang masih setor Koperasi Angkutan entah untuk apa dananya, disudut jalan masih adalagi kardus sumbangan solidaritas buat salah satu rekannya yang meninggal karena minum alkohol oplosan ?

Apa yang sudah diperbuat Komisi komisi tersebut diatas, atau mereka berbuat jika ada “komisi”.
Apa  yang dihasilkan komisi penyiaran dengan segudang tayangan pembodohan masyarakat berupa sinetron murahan, komedi murahan, debat kusir melelahkan.

Apa yang sudah diperbuat dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, kenapa begitu mudahnya mengeluarkan Ijin sementara pengawasannya lemah.

Apa yang sudah diperbuat komisi komisi yang ada dalam rangka memperbaiki negeri ini -  Benar benar bangsa yang dikelola secara biadab dan tidak berperi kemanusiaan, Kebodohan kolektif  yang terus dipertahankan -  sekali lagi Laten Orde Baru, penyakit kronis dan menahun.


THE LITLE THING Part-3 MUDIK-SKEPTIS dan PAMER ZAKAT


Adakah optimisme pada sebuah bangsa yang telah mengenyam 65 tahun kemerdekaannya, tetapi tidak pernah beranjak baik dalam pengelolaan negaranya – dalam melayani masyarakat nya.

Esensi dasar Bangsa ini dan penyakit kronis yang menderanya adalah : Mental Aparat, Laten orde baru.

Menyambut idul fitri -  satu satunya bangsa didunia yang teramat sibuk dengan prosesi mudik, dan berulang kali dibarengi dengan aneka musibah, ya Indonesia Raya Tercinta ini. Gunung meletus saat ramadhan di Sumatera Utara – Banjir di Bandung, Kecelakaan darat dan Laut yang tidak pernah usai , berulang dengan catatan yang sama , yaitu kelebihan penumpang, sebagian memiliki karcis , 80% sisanya membayar diatas  - sementara kesibukan di jalur jalur macet arus mudik – ribuan petugas dikerahkan, aneka posko didirikan, diterminal puluhan korban pembiusan tetap berlangsung, calo menaikan karcis resmi – apanya yang dapat dibanggakan ?

Andaikan semua departemen mau menyumbangkan bis antar jemput miliknya – semua kendaraan tentara baik bis dan truknya juga ikut berkiprah dalam bantuan arus mudik – semua pesawat militer yang nganggur juga dikerahkan – semua kapal perang angkatan laut dikerahkan , kayanya rakyat ngga bakal pusing memikirkan ongkos mudik, hal sederhana ini sudah cukup membuat harkat martabat rakyat merasa menjadi warga negara yang diperhatikann pemerintahnya, dibantu kepentingaannya – kita terkadang lupa memikirkan hal yang esensi , tetapi selalu bicara konsep besar . Tetapi juga tidak pernah tuntas dan berhasil menyenangkan hati rakyatnya – pemilik tunggal kedaulatan negeri ini INDONESIA RAYA tercinta.

Disudut lain,hampir semua stasiun televisi menampilkan korban desak desakan pembagian zakat,  tahun lalu sudah tidak terhitung korban jiwa akibat antrian zakat, celakanya, selain beberapa pengusaha kaya ikut pamer PEDULI dengan kemiskinan,  ada juga Bupati melakukan hal yang sama.

Kita semua asik dan seolah olah peduli – seolah olah semua aparat terkait sedang dan merasa  sedang melayani masyarakat - season yang tepat, momentum yang tepat adalah idul fitri untuk memamerkan segala keangkuhan  dan kesombongan. Terus berulang dan berulang tanpa pernah melakukan evaluasi dan perbaikan – korban nyawa dan kesusahan yang dieksplore sedemikain rupa, tanpa perbaikan dan tanpa pembenahan yang berarti.

Hal kecil yang sederhana dan tidak dilakukan dalam pembagian zakat misalnya, kita masih senang pamer seolah peduli , pejabat yang kelebihan harta, pengusaha yang kelebihan rezeki, bupati yang latah   seolah peduli – melakukan hal yang sama , senang dengan antrian ibu dan anak kecil yang terjepit  berdesak-desakan, kakek renta dan nenek yang kehabisan tenaga, tangisan balita – demi uang 15 Ribu Rupiah ,  satpol PP dan Polisi bayaran yang ikut serta menertibkan , juga merasa seolah olah sedang peduli - tentunya dengan honor tertentu dari pejabat yang kelebihan harta, pengusaha yang kelebihan rezeki, bupati yang latah dan ikut  ikutan  seolah sedang membantu dan sedang peduli dengan banyaknya para mudzaki.

Seberapa susahnya sih  pola MENJEMPUT BOLA, meminta data Janda dan anak yatim,ke pihak kelurahan, kecamatan, rt dan rw setempat,  terus petugas honorer – ya Bodyguard, Satpol PP , Hansip, Polisi tadi mendata , mengantar dan membagikannya secara door to door. Mereka para mudzaki duduk manis dan bahagia menerima limpahan rezeki dari pejabat yang kelebihan harta, pengusaha yang kelebihan rezeki dan dari bupati yang latah tadi.

Berapa susahnya sih Pemda –Kanwil Departemen Agama, menghimbau bahkan MELARANG pemberian zakat langsung secara pribadi -  baik dirumah maupun di instansi yang melebihi dari 50 orang – inilah susahnya jika Dewan Kemakmuran Masjid, aparat Desa sudah tidak amanah dan pejabat yang kelebihan harta, pengusaha yang kelebihan rezeki, bupati yang latah - takut tidak terekspose dan tidak masuk berita ketika akan memberikan zakatnya, Masya Allah.
  
REACH FOR THE REAL GREAT INDONESIA
Mulailah dari hal sederhana dan hal yang kecil