Senin, 27 September 2010

THE LITLE THING Part-7 Baju Seragam Negara dan Militeristik Sejak TK

 
Adakah keberanian kita sebagai bangsa untuk merubah Upacara Bendera yang dilakukan setiap Hari Senin, rutin membaca Pancasila, Pembukaan UUD 45 – sambutan Basa basi Pemimpin Upacara, hukuman murid yang tidak menggunakan sepatu Hitam, hormat bendera, mengheningkan cipta, rotasi petugas pengibar Bendera, menjadi hal yang lebih produktif tanpa menghilangkan rasa Nasionalisme yang (seolah) sedang dibangun dan dipupuk sejak TK hingga sekolah Lanjutan Tingkat Atas ? Seolah sedang menanamkan disiplin sejak dini ? adakah hasilnya ?

Output apa yang telah dihasilkan dari seremonial rutin bertahun tahun itu, jika pada akhirnya kita semua masih mendapati kekerasan disana sini, tidak adanya kepedulian anak didik kita dan para mahasiswa kita atas rasa kebangsaan, lingkungan hidup, rasa nasionalisme, kepedulian sosial. Jawabannya Tidak ada !
Atau lebih tepatnya belum berhasil.

Belum lagi budaya Mapras, Orientasi , masa perkenalan dan entah apalagi namanya di tingkat SLA dan Perguruan Tinggi, berapa banyak korban yang telah jatuh, tetapi – tetapi kita semua masih membiarkan kegiatan ini terus beranjut dan beberapa pihak, terutama kepala sekolah, rektor – tetap membiarkan dan mengijinkan kegiatan ini berlangsung. Seberapa susahnya bilang STOP, putuskan mata rantai rasa dendam senior junior. Cukup menteri Pendidikan yang bilang STOP, tidak usah Pemimpin tertinggi, ini hal kecil yang tidak disentuh.

Kita – sebagai negara Berkembang – Negara Dunia Ketiga (sebutan yang menyakitkan – terlebih jika yang mengucapkan justru para elit yang mengurus negeri ini) masih sibuk membangun Pendidikan dengan gonta ganti kurikulum, gonta ganti istilah UAS, UAN,  SIPENMARU, PMB, Penerimaan Peserta Didik Baru, SMA, SMU dan segudang istilah istilah yang menjijikan, bukan membangun manusia peserta didiknya.

Mau tau Jumlah seragam TK  (ini militeristik awal yang dibangun sejak Balita) Seragam Khas sekolah  -  Rompi, Topi, Nama dada, Dasi  yang membedakan dengan TK TK lainnya, Seragam Batik, Baju Muslim/Muslimah, baju Olah Raga, sampai merek sepatu dan kaos kakinya pun seragam - begitu juga dengan Seragam SD, SMP dan SMA.
Belum lagi seragam PNS, masing masing Departemen membuat kreasi seragamnya sendiri sendiri, ada nama dada, badge lengan untuk direktorat anu, inspektorat anu. Ada spesial untuk tanggal 17, ada seragam spesial hari Jum'at. Itu baru hanya seragam PNS di Departemen yang masing masing dibuat 2 stel, lain lagi karyawan Pemda,  seragam Satpol PP lain lagi, seragam partai lain lagi, seragam pemadam lain lagi ?

Berapa juta KM2 kain yang dibutuhkan untuk mendandani para pamong praja, para pelayan masyarakat, organisasi kemasyarakatan, partai, tentara dan anak sekolah di Republik ini - tetapi keseragaman akan rasa nasionalisme, patriotisme, rasa bangga akan tanah airnya,  keseragaman  untuk berdiri dalam barisan terdepan manakala bangsa ini, Republik Indonesia Raya ini dilecehkan oleh bangsa lain. Masih belum seragam !

Militeristik disemua lini kehidupan berbangsa dan bernegara ini jelas tidak pernah membuat kemajuan yang berarti akan peningkatan harkat dan martabat bangsa.

Penyebabnya - tanpa kita sadari adalah laten orde baru. Semua keseragaman tersebut, semu adanya, hanya casing dan tampilan luar saja, hanya performance.

Kita sibuk sendiri-sendiri membangun  keluarga dan kolega, membangun partai mumpung masih berkuasa.

Tetapi lupa membangun Jiwa Indonesia Raya kita.

Untuk Indonesia Raya tercinta,

Bukankah bangunlah jiwanya
lebih dulu diucapkan dari pada bangunlah badannya

Tidak salah jika kita menganalogikan bangsa ini sedang menangis terbahak bahak ?

Kulihat ibu pertiwi
sedang bersusah hati
air matanya berlinang
mas intan yang kau kenang

tepat sekali, mas intannya sudah dibawa lari bangsa lain, kita hanya disisakan lumpur mercury dan kegundulan hutannya saja.

Bangsa ini rapuh didalamnya, akan tetapi tampak fisik dan luarnya bukan main hebatnya. Mall dan pusat perbelanjaan penuh sesak, mobil dan kendaraan bermotor type terbaru berseliweran dijalan, tidak tampak adanya kesusahan warga negaranya.

bangunlah jiwanya
bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya


Mungkin satu satunya negara didunia, dimana setiap tahun ajaran baru, jutaan meter persegi kain terjual guna memenuhi kebutuhan seragam sekolah anak negerinya – putra putra bangsanya. Ya Republik Indonesia Raya Tercinta ini.

 
Mau tahu bobot dari isi tas anak Sekolah Dasar bangsa kita, lebih dari 10 KG (tentara yang sedang pendidikan saja mungkin lebih ringan) – belum lagi SMP dan  SMA, terkecuali Sekolah Swasta yang sudah memiiki Locker sendiri bagi anak didiknya, mana ada SD Negeri milik pemerintah yang memiliki locker disekolahnya. Setidaknya selama 12 Tahun punggung anak kita dibebani beban yang sedemikian berat, Benar benar Biadab dan Tanpa Perikemanusiaan pengelola negeri ini terhadap anak negerinya, anak bangsanya ?

Belum lagi siksaan macet saat berangkat dan pulang sekolah, Apa yang diharapkan dari dana BOS,  jika pada prakteknya - kita, para orang tua murid selalu diundang hadir di Sekolah pada setiap Tahun Ajaran Baru guna membicarakan uang seragam, sumbangan sukarela gedung, biaya buku paket dan lain sebagainya serta sejumlah doktrin baru buat murid baru dan orang tuanya.

Yang tampak didepan mata setiap tahun dan berulang terus menerus adalah akumulasi (yang ini  tidak dapat dipungkiri) adalah  mental PNS kita , terutama PNS dari Sekolah Negeri (Karyawan yang digaji oleh Pemda setempat)  adalah Mental PNS yag telah terkontaminasi penyakit Laten Orde Baru.
Bayangkan untuk mengganti Cat Gedung dengan warna lain yang  lebih sejuk saja tidak berani, alasannya warna coklat sekolah dasar negeri itu sudah ketentuan Pusat katanya ? cih

Adakah keberanian mereka merubah jajar kursi meja menjadi lingkaran- atau membentuk huruf U misalnya, biar peserta didik terlihat lebih komunikatif, dialogis dan tidak berpunggung punggungan terus menerus, mental Orde Baru itu yang tidak berani membuat terobosan – sudah ketentuan pusat katanya, tetapi dilain pihak sudah otonom katanya ?

Adakah keberanian mereka untuk meniadakan Upacara  Bendera dan merubahnya jadi menanam pohon atau membersihkan lingkungan, memunguti sampah plastik misalnya atau bahkan langsung masuk kelas, belajar Sopan
Santun selama 45 menit dan 15 menit sisanya belajar menghormati sesama anak bangsa – setidaknya mengurangi tawuran antar desa, pemerasan antar sesama anak negeri, meskipun berbeda partai dan golongannya.
REACH FOR THE REAL GREAT INDONESIA
Merdeka